Meminta Calon Suami Tidak Poligami Sebagai Syarat Nikah


Poligami itu menakutkan bagi sebagian besar kaum hawa di Indonesia. Meskipun sudah jelas hukum kebolehannya seorang laki-laki berpoligami dalam kitab suci Al Quran, bahkan ada yang nekad mencari-cari dalil sendiri dengan menyebut ayat dalam Al Quran tanpa ilmu. Memang, manusia perlu proses untuk berada di jalan yang benar. Bangun di waktu subuh itu juga menyiksa bagi yang biasa bangun siang, tapi jika sudah terlatih dan paham manfaatnya, yakin akan semangat.

Terkait poligami, ada penjelasan ulamak tentang kebolehan meminta suatu syarat kepada calon suaminya agar nanti setelah menikah tidak poligami. Sebagian ulamak membolehkan dan sebagian lainnya menghukumi tidak sah. Hal ini dihukumi sah oleh Imam Ahmad yang diperkuat oleh Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyyah dan Ibnu al-Qayyim. ini juga merupakan pendapat ‘Umar bin al-Khaththab, Sa’ad bin Abi Waqqash, Mu’awiyah, ‘Amr bin al-’Ash, Jabir bin Zaid, Thawus, Imam Auza’iy, Ishaq dan ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz.


Berikut hadits yang mendasari sah-nya syarat tersebut:
Hadits riwayat Bukhari dan Muslim bahwasanya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya syarat yang paling berhak untuk ditepati adalah apa yang dengannya dihalalkan bagi kalian faraj (nikah).” 
Di dalam hadits yang lain yang diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Abi Mulaikah bahwasanya al-Miswar bin Makhramah mengatakan kepadanya bahwa dirinya mendengar Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam ketika di atas mimbar bersabda, “Sesungguhnya Bani Hasyim bin al-Mughirah meminta izin kepadaku untuk menikahkan anak perempuan mereka dengan Ali bin Abi Thalib, lantas aku tidak mengizinkan mereka, kemudian tidak aku izinkan, kemudian tidak aku izinkan kecuali bila Ibnu Abi Thalib (yakni ‘Ali) rela untuk menceraikan anakku dan menikahi anak perempuan mereka (tersebut). Sesungguhnya anakku adalah bagian dariku, apa yang menyangsikannya (akibatnya fatal baginya) adalah juga apa yang aku rasakan, dan apa yang menyakitinya adalah juga menyakitiku.”

Di dalam riwayat yang lain disebutkan, “Sesungguhnya Fathimah adalah dariku dan aku khawatir hal itu akan membuatnya terfitnah di dalam agamanya.”

Ibnu al-Qayyim mengomentari,”Hukum tentang hal ini mengandung beberapa hal: bahwa seorang laki-laki bila memberikan syarat kepada isterinya bahwa dirinya tidak menikah dengan selainnya (memadunya), maka dia mesti menepati syarat tersebut dan bilamana dia menikah dengan selainnya (memadunya) maka adalah hak sang isteri untuk membatalkannya (fasakh). Sedangkan sisi cakupan hadits terhadap hal tersebut adalah bahwa dalam hadits tersebut Rasulullah memberitahukan bahwa hal itu menyakiti Fathimah radhiallaahu ‘anha, membuatnya sangsi/takut akan akibatnya yang fatal dan hal ini juga akan dirasakan oleh beliau…”.

Ibnu Qudamah menguatkan pendapat diatas, diantara alasannya, bahwa pendapat-pendapat para sahabat yang telah disebutkan (oleh beliau di dalam bukunya al-Mughni yang mendukung pendapat tersebut) tidak ada yang menentangnya pada masa mereka di kalangan para shahabat, maka ini dapat dikatakan sebagai ijma’.
Sedangkan ulamak yang menghukumi tidak sah adalah Imam Abu Hanifah, Imam asy-Syafi’i, dll. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw., 
“(Ikatan yang terjadi diantara) kaum Muslimin berdasarkan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal“
Jika mencermati hadits diatas, tidak boleh seorang wanita meminta calon suaminya tidak beroligami. Akan tetapi, saya lebih cenderung pada pendapat yang pertama, lebih memperhatikan psikis. Menikah itu untuk kebahagiaan bersama (Suami dan istri). Seorang wanita perlu proses untuk bisa menerima kebenaran, sebaiknya seorang lelaki yang sangat ingin sekali poligami dan sudah mendesak mencari wanita yang sudah siap dimadu. Untuk masuk islam saja tidak ada paksaan.

Di daerah atau di negara yang mana poligami sudah biasa dilakukan, poligami bukanlah hal yang menakutkan bagi wanita, ada yang bilang, bahkan wanita Yaman suka menawarkan suaminya pada wanita-wanita yang masih sendiri (Wallahua'lam). Itulah perbedaan budaya. Tetapi di Indonesia, si wanita dan si anak bisa jadi bahan olok-olok dan hal ini memberatkan mereka.

Sedangkan bagi kaum adam yang hendak berpoligami, perlu mengoreksi lagi niatnya. Betulkah sudah murni karena Allah atau karena hasrat dan nafsu saja. Kalau boleh saya menyampaian berdasarkan PENDAPAT PRIBADI, Semoga niat poligami yang hendak dilakukan bukan karena:
1) kurang menjaga pandangan
2) kurang mensyukuri keberadaan dan jasa istri
3) bosan terhadap istri
4) merasa jenuh jika hanya satu istri
5) sekedar ingin menunjukkan bahwa poligami itu bermanfaat (Show off ketaatan)
6) merasa tak puasa dengan pelayanan istri

Saya tidak mengatakan keenam poin diatas sebagai syarat poligami, tapi hanya sekedar bahan pertimbangan saja:

1) kurang menjaga pandangan
Tak jarang orang bilang, "Aku mencintaimu karena Allah" atau "Aku berpoligami karena Allah". Dalam pernyataan tersebut ada sebab dan akibat. Jika karena Allaha, berarti Allah menjadi sebab. Sama dengan saya bilang, "Saya pergi ke pasar karena mau belanja", nah pernyataan saya, keinginan untuk belanja dan keberadaan barang di pasar menjadi sebab kepergian saya ke pasar. Nah, dalam ungkapan cinta dan poligami diatas, sudah benarkah Allah jadi sebabnya? Wallahua'lam. Hati sang pelaku lebih tahu.

2) kurang mensyukuri keberadaan dan jasa istri
Ada juga seorang suami yang mengatakan istrinya tak mampu membahagiakannya. Bisa jadi ini memang benar, akan tetapi, coba koreksi lagi: istri yang memang tak sanggup membahagiakan atau si suami yang kurang bersyukur ...? Wallahua'lam.

3) bosan terhadap istri
Merasa bosan terhadap istri ini sudah banyak dibahas oleh psikolog. Mungkin suami banyak melihat keburukan istri setelh hidup bersama. Sebenarnya yang menjadi sebab belum tentu istri yang berubah tidak seperti dulu, namun bisa jadi persepsi suami yang menyebabkan dirinya bosan atau tida suka. Semenjak menikah hidup bersama, tentu saja semakin banyak tahu tentang istrinya, dan yang diketahui tak hanya yang baik tapi juga yang buruk. Keburukan itu kadang lebih mudah diingat.

Semoga anda bukan tipe orang yang suka gonta-ganti pendamping.

4) merasa jenuh jika hanya satu istri
Jika anda merasa jenuh jika hanya satu istri, mungkin karena dulu punya kebiasaan dikerumuni wanita. Sehingga, ketika hidup dengan satu wanita menjadi jenuh. Jika ini benar, bisa jadi anda masih ingin lagi meskipun sudah empat istri.

5) sekedar ingin menunjukkan bahwa poligami itu bermanfaat (Show off ketaatan)
Pernah saya mendengar seseorang yang semangat sekali menunjukkan tuntunan islam lewat keteladanannya. Luar biasa, saya salut, meski sering kali dianggap pamer oleh banyak orang. Tetapi itu tergantung hati. Namun, dalam hal poligami tak cukup jika niatnya hanya ingin menunjukkan bahwa ini kebenaran dan akan bermanfaat. Seorang muslim itu harus berbuat berdasarkan ilmu. Pelajari dulu ilmunya dan pahami.

6) merasa tak puas dengan pelayanan istri
Sesedikit apapun jika disyukuri akan terasa nikmat, secantik apapun wajah istri jika si suami memang tak pandai bersyukur, maka tak akan tampak indah. IStri memang wajib menyenangkan suami, tapi suami juga harus menjaga hati, mendidik diri agar menjadi insan yang dicintai Allah swt. dan Rasul-Nya.

Semoga kita semua selalu mendapat taufiq dann hidayah-Nya.

Sumber referensi:
http://www.salamdakwah.com/baca-forum/bolehkah-mengajukan-syarat-untuk-tidak-dipoligami-kepada-calon-suami-.html

______________________________________________________________

No comments:

Post a Comment